Warung Kopi Ulee Kareng,Banda Aceh

Di Nanggroe Aceh Darussalam, telah menjadi tradisi bagi kaum prianya untuk menikmati kopi di warung-warung. Jumlah warung kopi di Aceh, khususnya di Banda Aceh, sangat banyak, mungkin terbanyak di Indonesia. Warung kopi di Aceh tidak sama dengan warung kopi yang ada di Pulau Jawa, karena warung kopi di Aceh bentuknya seperti restoran. Dari sekian banyak warung kopi di Kota Banda Aceh, terdapat satu warung kopi yang sangat populer dan selalu dipenuhi pengunjung dari pagi hingga malam hari, yaitu warung kopi Ulee Kareng "Jasa Ayah". Warung kopi ini dimiliki oleh seorang pria Aceh yang bernama Nawawi. Sebelumnya warung kopi ini telah ada sejak tahun 1958, namun bukan dengan nama "Jasa Ayah", yang dikelola oleh orang tua Nawawi, yang bernama Haji Muhammad.
Bagi kaum lelaki Aceh, warung kopi tidak hanya sebagai tempat untuk menikmati secangkir kopi dan beberapa makanan khas Aceh lainnya, namun ia berkembang dengan fungsinya yang lebih luas, seperti fungsi sosial, yaitu sebagai tempat memperkuat ikatan solidaritas antar kelompok atau antar sahabat; fungsi politik, dijadikan tempat diskusi isu-isu politik dan pemerintahan baik tingkat lokal, nasional maupun internasional; dan fungsi ekonomi, yaitu sebagai tempat pertemuan dan lobi-lobi bisnis.
Warung kopi "Jasa Ayah" tidak hanya populer di Aceh, namun juga di Indonesia. Kepopulerannya semakin bertambah pasca tsunami di Aceh, karena banyak pekerja nasional dan internasional yang berdatangan ke aceh. Tidak hanya media massa nasional yang memuat berita tentang kekhasan aroma dan rasa kopi "Jasa Ayah", namun juga media internasional.
Keistimewaan aroma dan rasanya berasal dari pengolahan kopi arabika yang jitu. Kopi itu didatangkan dari Lamno, Kabupaten Aceh Jaya. Diolah dengan cara-cara khusus dan penuh kesabaran, dan keuletan, mulai dari penyangraian (penggonsengan) hingga penggilingan. Ketika kopi itu disangrai, apinya tidak boleh terlalu besar, karena dapat menyebabkan kegosongan. Setelah itu baru kopi digiling. Pada saat kopi itu akan disajikan, ia harus diseduh dengan air mendidih agar mengeluarkan aroma yang harum hingga beberapa meter dan barulah setelah itu disaring dan siap disajikan. Umumnya pengunjung yang menikmati kopi arabika "Jasa Ayah", menikmatinya sambil menyantap hidangan khas Aceh lainnya, seperti kue sarikaya, kue timpan, kue bolu, martabak telor, nasi gurih (nasi uduk) ataupun mie Aceh.
Meskipun usahanya terbilang sukses dengan keuntungan bersih satu harinya hingga mencapai lebih kurang Rp. 2.000.000,00, (dalam satu bulan menghabiskan 1,5 ton kopi) Nawawi tetap memikirkan kehidupan akhirat. Semenjak peristiwa tsunami melanda Aceh, ia mulai menerapkan peraturan baru bagi pengunjung di warungnya, bagi yang beragama Islam diwajibkan meninggal warung sebelum tiba waktu adzan dzuhur, ashar, dan maghrib. Dan bagi yang tidak beragama Islam, tidak masalah untuk tetap berada di warung. Baginya kehidupan duniawi dan akhirat mesti berjalan
Warung Kopi "Jasa Ayah" berada di Jalan T. Iskandar no.13-14a, Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia. Akses menuju ke lokasi ini sangat mudah, karena Kecamatan Ulee Kareng berada di Kota Banda Aceh. Banyak angkutan umum yang lalu lalang melewati lokasi ini, seperti: taxi, becak mesin dan labi-labi. Labi-labi yang melewati rute Warung Kopi Ulee Kareng adalah jurusan Ulee Kareng - Pasar Aceh. Segelas kopi dihargai Rp. 1.500,00, (Maret 2008), namun apabila pengunjung ingin menambahi susu kental, harganya menjadi Rp. 3.000,00 (Maret 2008). Di warung ini juga dijual bubuk kopi dalam bentuk kemasan beberapa ukuran, seperti 250 gram dengan harga Rp. 10.000,00 (Maret 2008). Kalau yang kemasan 1 kg dijual sekitar Rp. 60.000,00 (Maret 2008). Oleh karena lokasinya di tengah Kota Banda Aceh, dengan demikian tidak sulit mencari penginapan kelas melati ataupun hotel berbintang.

sumber: wisata melayu
foto: caninews

0 comments: