Bakar Perahu dan Manusia Ikan di Torosiaje Laut-Provinsi Gorontalo


Desa Suku Bajo Torosiaje Laut terletak di kecamatan Popayato, kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Desa itu didirikan tahun 1901. Pendirinya bernama Pata Sompa. Ia seorang haji. Dulu, orang-orang yang berlalu lalang naik perahu bilang, bahwa mereka ingin mampir ke toro siaje atau tanjung si Haji. Maka, jadilah nama desa Suku Bajo itu Torosiaje. 

Penduduk Torosiaje Laut berjumlah sekitar 1200 orang. Di sana, ada sekitar 245 rumah. Desa itu panjangnya 2 kilometer dan lebarnya 1 kilometer. Seluruh desa itu terangkai menjadi satu dengan jembatan-jembatan yang saling menyambung. Torosiaje Laut seperti desa-desa di darat. Lihatlah bentuk rumah-rumahnya, seperti bentuk rumah di darat. Di sana juga sudah ada listrik, sekolah, toko-toko kecil, penginapan dengan toilet duduk, dan bahkan panel surya. Penduduknya pun sudah biasa memakai telepon genggam. 

Meski keadaannya mirip desa di darat, tapi suasananya berbeda. Saat memperhatikan masyarakatnya beraktifitas, memandangi lautan yang terbentang di depan rumah-rumahnya, menapaki jembatan-jembatan kayunya… Duh, uniknya! 


Tradisi bakar perahu agar perahu lebih awet.


Torosiaje Laut semakin unik dengan tradisi-tradisinya. Salah satunya, tradisi bendera putih. Bendera itu ditancapkan di bagian desa yang menghadap ke laut lepas. Fungsinya untuk tolak bala. Artinya, untuk melindungi desa, misalnya dari penyakit. Setiap 10 tahun sekali, diadakan upacara mengganti bendera putih itu. 


Ada pula tradisi bakar perahu. Tradisi bakar perahu dilakukan agar perahu terawat dan awet bertahun-tahun. Caranya, perahu dibakar di atas api dan daun kelapa kering. Lalu, perahu digosok-gosok dengan daun-daun kelapa kering. Bakar perahu dilakukan seminggu atau 10 hari sekali.
 

Pssstt… Torosiaje Laut juga punya kisah unik tentang Sengkang, si manusia ikan! Masyarakat di sana bilang, sewaktu kecil, Sengkang seperti anak biasa. Namun, suatu hari, tiba-tiba, ia masuk ke dalam laut dan tidak ingin ke darat lagi. 


Jembatan kayu yang menyatukan seluruh Desa Torosiaje Laut.
Sengkang akhirnya hidup di dalam laut. Ia makan, tidur, dan bermain di laut. Karena selalu berada di dalam laut, badannya sampai berlumut. Sengkang meninggal dunia pada umur 38 tahun. 

Masyarakat Torosiaje Laut mengaku mereka mengenalnya. Ada yang suka mengajak Sengkang bermain dan bercanda. Ada juga yang memotong rambut Sengkang jika rambutnya sudah panjang. Sayangnya, foto-foto mereka bersama Sengkang selalu tidak bisa dilihat jelas. Akhirnya, Sengkang sering dianggap kisah legenda dari Torosiaje Laut. (lita) 

Foto : dokumentasi Majalah Bobo
Sumber: Kidnesia.com

0 comments: